SELAMAT DATANG DI BLOG BIAS FAMILY

Rabu, 21 Mei 2008

MAHASISWA BANJARHARJO, BERHATI-HATILAH!!!



Sudah semenjak lama sebenarnya saya ingin menulis hal ini, suatu hal yang selama ini terus mengganjal dalam benak. Sekarang coba saya tumpahkan segala kegundahan dalam hari, semoga ini bisa jadi bahan refleksi atas jalan yang sudah kita tempuh.

Saya memulai tulisan ini dari sebuah fenomena yang menarik yang ada di daerah Banjarharjo (khususnya banjarharjo selatan, karena saya berasal dari sana), fenomena itu adalah semakin banyaknya para orang tua yang menyekolahkan anaknya, tidak hanya ke jenjang menengah atas, tapi juga sampai ke jenjang perguruan tinggi. Ini jelas menjadi hal yang sangat baik, karena hal itu bisa mengindikasikan semakin pedulinya orang tua terhadap pendidikan anaknya.

Bila dilihat secara sepintas, hal tersebut sesuatu yang baik, bagaimana tidak, hal itu mengindikasikan bahwa ke depannya akan banyak generasi-generasi muda yang mempunyai intelektual yang cukup untuk bisa membangun desa-desanya. Apalagi sebagai mahasiswa mereka dituntut untuk menjadi agent of change dimanapun dia berada. Sosok mahasiswa yang identik mempunyai idealisme yang kuat serta mampu berpikir kritis, tentu akan menjadi modal yang bagus untuk melakukan proses edukasi pada masyarakat.

Apa yang saya ungkapkan di atas adalah kondisi ideal yang harus dipenuhi dan dijalani oleh mahasiswa sebagai manusia intelektual yang pembelajar. Tetapi sayang, bila melihat kondisi riil di lapangan, saya justru banyak menjumpai hal sebaliknya. Hal ini bisa dilihat dari ketidaktahuannya peran dia sebagai mahasiswa. Banyak teman-teman yang mengalami sindrom gejala anomie, sebuah gejala dimana seseorang kehilangan pegangan terhadap apa yang dianutnya, hal ini diakibatkan karena dia mencoba memahami nilai-nilai baru sedangkan nilai-nilai lama yang dia pegangnya pun masih belum lepas sepenuhnya, sehingga hal tersebutlah yang menyebabkan kebimbangan.

Contoh sederhana, seorang mahasiswa yang kuliah di kota besar, dia datang sebagai anak desa yang memegang teguh nilai-nilai kesopanan. Pada saat di kota besar dia hidup menjadi anak kost bersama teman yang sudah dulu berada di kota itu (senior), temannya (senior) itu dulu teman main dia atau bahkan teman ngaji bareng, tetapi betapa kagetnya ketika dia melihat seniornya memasukan cewek ke dalam kamar kosnya. Pertama tentu dia tidak setuju dengan peristiwa itu bahkan mungkin mengutuknya. Tetapi karena kejadiannya berlangsung terus menerus, sehingga akhirnya dia mencoba menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang “wajar” walaupun dia masih menganggap hal itu bukan hal yang benar. Cerita ini akan berlanjut terus menerus, sampai ada yuniornya yang akan menjadi generasi berikutnya.

Itu hanya cerita kecil yang terjadi, dan masih banyak lagi mahasiswa yang menjalani kuliah hanya sebagai rutinitas belaka, mereka hanya datang duduk dan diam. Kalaupun beberapa perubahan yang dibawa oleh mereka, tetapi itupun lebih hanya bersifat fisik dan penampilannya yang lebih kebarat-baratan. Tentu hal ini akan jadi ironis dengan harapan orang tuanya yang berharap banyak akan kesuksesan anaknya.

Apalagi bila dibenturkan dengan realitas yang ada di dunia kerja, dimana persaingan untuk mendapat pekerjaan semakin ketat, karena banyaknya pencari lowongan kerja dibanding jumlah lowongan yang tersedia. Masalahnya akan bertambah dengan kurangnya keterampilan yang dimiliki oleh mahasiswa yang baru lulus. Sehingga membuat posisi tawarnya semakin lemah, tidak heran kalau ada sarjana yang dibayar sangat murah. Semakin lengkaplah penderitaan….

Apa yang saya tulis bukan untuk menakut-nakuti, saya hanya mencoba memotret kondisi riil yang terjadi yang coba dibenturkan dengan kondisi ideal yang seharusnya. Karena saya yakin secara potensi anak-anak mahasiswa banjarharjo (selatan) tidak kalah dengan daerah lain. Kita sebenarnya mempunyai modal untuk sukses, itu terjadi bila kita memegang nilai-nilai kebenaran dan kesopanan, mau bekerja keras dan pantang menyerah dalam menghadapi kegagalan. Untuk bisa bersaing setelah kita lulus nanti kita bisa mempersiapkan keterampilan yang akan dibutuhkan dalam dunia riil. Dan masa-masa kuliah lah waktu yang tepat untuk bisa mempersiapkan itu semua. Jadilah manusia intelektual yang mampu berpikir kritis dan menjadi manusia pembelajar yang selalu mengasah gergaji kemampuannya. Sehingga bila dianalogikan setelah lulus kita akan berperang, maka kita tidak takut karena kita sudah punya senjata yang lengkap untuk bertempur.

Saya hanya bisa berharap, semoga apa yang saya ungkapkan hanya merupakan sebuah ketakutan belaka tanpa akan terjadi menjadi sebuah realitas yang nyata. Semoga….



Tidak ada komentar: